MENJADI LEADER HANDAL DI ERA DISRUPSI
Disrupsi adalah sebuah inovasi yang akan menggantikan seluruh sistem lama dengan cara-cara baru. Menurut Clayton Christensen seorang Professor di Harvard Business School “Disruption menggantikan ‘pasar lama’ industry, dan teknologi, yang mengahasilkan suatu kebaruan yang lebih efisien dan menyeluruh. Ia bersifat destruktif dan kreatif!”. Menjadi Leader yang handal di era disrupsi adalah tantangan yang tidak bisa di elakkan setiap pemimpin untuk untuk tetap tangguh menahkodai perusahaan atau organisasi mereka.
Adalah General Electric (GE) Indonesia yang telah berada di Indonesia selama lebih dari 90 tahun dan sejak tahun 2010 di nahkodai CEO asli Indonesia Hendri Santriago. Hendri Santriago mengakui beberapa tahun terakhir perusahaan yang ia pimpin terdampak disrupsi revolusi industri 4.0. Thomas Alfa Edison mendirikan G.E di sejak tahun 1892 sebuah perusahaan multinasional yang berdiri di Amerika Serikat. Perusahaan ini pernah menduduki perusahaan terbesar ke-empat dunia tahun 2000 oleh majalah Forbes. Namun di 10 tahun belakangan GE telah di geser dengan perusahaan-perusahaan teknologi seperti Google, Apple, Amazon, Tencen dan lain sebagainya.
Bagaimana seorang Leader akan menghadapi disrupsi ini? Mungkin sebagian kita sudah mengenal istilah VUCA atau Volatility , Uncertainty, Complexity dan Ambiguity. VUCA adalah merupakan gambaran situasi dunia bisnis seperti sekarang ini. Seorang Leader di era disrupsi dituntut ekstra cepat dalam mengambil banyak keputusan penting di organisasinya. Menurut Hendri prinsip utama Leader zaman ini adalah How To Influence dan Developing Another Leaders.
Hendri mengajak peserta yang hadir untuk membuka wawasan akan tantangan masa depan dengan begitu cepatnya kemajuan teknologi telah merubah hampir seluruh sendi kehidupan manusia. Sehingga setiap kita sejatinya adalah leader untuk kita sendiri dan setiap profesi yang kita tekuni. Hendri memberikan contoh bagaimana perusahaan yang didirikan oleh anak muda lulusan SMK di Jawa Tengah dengan semua keterbatasannya mampu menembus pasar dunia. Bahkan mampu mengalahkan banyak professor dan para ahli di bidang kedirgantaraan dalam sebuah kompetisi desain braket mesin pesawat. Sebut saja D’Tech Technology yang awalnya hanya bermodal patungan Rp. 1,5jt untuk membeli komputer bekas dan mulai belajar mendesain hingga kini telah memiliki banyak karyawan muda yang menerima banyak orderan desain dari sejumlah perusahaan di banyak belahan dunia lainnya.
Sebagai sebuah penutup Hendri mengajak semua peserta untuk mampu memanfaatkan momentum era disrupsi kedepan dalam meraih berbagai peluan dengan kreatifitas dan inovasi. Pemenang dalam kompetisi masa depan adalah mereka yang tidak berpangku tangan dan mau mencoba hal-hal baru dan mewujudkannya dalam sebuah karya dan berkompetisi secara global. (.ed)